Goenawan Mohamad : Amangkurat
Mempersiapkan Kematian
Resensi Buku Goenawan Mohamad : Amangkurat (Lakon dalam Empatbelas Adegan)
Judul buku : Amangkurat (Lakon dalam Empatbelas Adegan)
Penulis : Goenawan Mohamad
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2017
Jumlah halaman: iv + 53 halaman
Amangkurat: Lakon dalam Empatbelas Adegan merupakan salah satu karya Goenawan Mohamad. Penulis yang kerap disapa GM ini adalah pendiri media Tempo. Ekistensinya dalam dunia media dibuktikan dengan berbagai karya yang lahir darinya, salah satunya berbagai karya buku. Ada beberapa buku karyanya yang sangat terkenal, seperti seri Catatan Pinggir yang merupakan kumpulan tulisan dalam kolom majalah Tempo. Selain menulis tulisan bergenre jurnalistik, GM juga menulis sastra, salah satunya naskah lakon. Beberapa naskah lakon karyanya, yaitu Visa, Surti dan Tiga Sawunggaling, Surat-Surat Karna, Tan Malaka, Gundala Gawat, dan Amangkurat.
Naskah lakon Amangkurat menjadi karya sastra GM yang kesekian dengan muatan cerita sejarah. Hal ini karena dalam naskah lakon Amangkurat, ia menggunakan satu bagian sejarah Mataram di abad ke-17. Meski demikian, buku ini bukan lakon sejarah. Akan tetapi, lebih merupakan delirium seorang raja menjelang kematian -- paparan mengenai perihal yang terjadi dengan kekuasaan.
Diceritakan dalam naskah lakon ini seorang Raja Amangkurat yang sedang menghadapi kematiannya. Perasaan Raja Amangkurat yang mengalami delirium, yaitu gangguan mental yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, ketegangan otak, dan kegelisahan fisik dikisahkan menjadi pengantar masa-masa kematiannya. Perasaan delirium raja tersebut berkaitan dengan perjalanan kekuasaannya dari kecil, dewasa, menjadi seorang raja, memerintah, dan menyambut kematiannya. Seperti kebiasaan cerita kerajaan, dalam lakon ini pula dikisahkan mengenai pergantian-pergantian kekuasaan yang mengkibatkan peperangan. Berbagai perang tersebut pun mengakibatkan kematian beberapa tokoh yang merupakan adik, anak, dan beberapa kerabat dekat raja. Berbagai hal tersebut kemudian menjadi delirium raja dalam menghadapi kematiannya.
Buku yang merupakan sebuah naskah lakon ini sangat syarat dalam memuat nilai-nilai kehidupan, terutama perihal kekuasaan. Banyak orang ingin mendapatkan kekuasaan, terlebih kekuasaan mutlak. Akan tetapi belum tentu kekuasaan tersebut justru membawa kepada kedamaian atau kebaikan. Banyak hal justru dengan kekuatan menjadikan seseorang menjalani seluruh masa hidupnya dengan kecemasan-kecemasan. Terutama kecemasan akan kehilangan kekuasaannya sekaligus kecemasan orang lain mengintai dan menginginkan kekuasaan yang dimilikinya. Berbagai perasaan ketakutan yang sangat tersebut kemudian menjadikan seseorang dapat mengalami dlirium bahkan diakhir hayatnya. Oleh sebab itu, pembaca dapat mengambil banyak menfaat dari cerita yang dikisahkan dalam lakon empatbelas adegan ini.
Kekurangan buku ini sebenarnya hanya sedikit, mungkin karena termasuk jenis buku naskah lakon sehingga struktur pengisahan ceritanya tidak terlalu mudah dipahami. Hal ini karena pembaca harus ikut membayangkan seting di panggung apabila cerita ini dipentaskan. Akan tetapi, apabila pembaca sudah terbiasa menonton pentas teater atau membaca naskah drama, tentunya buku ini akan sangat mudah dipahami. Jadi, secara keseluruhan kekurangan buku ini tidak menjadi cacat dari semua kebaikan buku lakon karya salah satu penulis terbaik Indonesia ini.
Sebagai pembaca, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca siapa saja, terutama yang sangat menyukai naskah drama, seni teater, atau para seniman pertunjukan lain. Hal ini karena banyak hal yang akan pembaca dapatkan hanya dari membaca buku yang jumlah halamannya hanya 53 halaman.
Surakarta, 1 November 2020
Posting Komentar
0 Komentar