M. Iqbal Dawami: Hidup, Cinta, dan Bahagia

 M. Iqbal Dawami: Hidup, Cinta, dan Bahagia

M. Iqbal Dawami: Hidup, Cinta, dan Bahagia

Membaca buku M. Iqbal Dawami berjudul Hidup, Cinta, dan Bahagia adalah sebuah berkah. Buku ini merupakan kumpulan dari 27 cerita. Salah satu cerita paling saya suka adalah yang kedua.

Cerita kedua berjudul Bersua di Dalam Tanah. Baru saja di awal paragraf pertama, saya disuguhi puisi Jalaluddin Rumi yang membuat saya menangis. "Jauh melebihi apa yang benar dan apa yang salah, tersebutlah sebentang tanah. Kita akan bersua di sana." (Damawi, 2014:9).
.
Syair Rumi tersebut sejatinya mengingatkan kita, bahwasannya manusia selalu hiruk-pikuk meributkan sesuatu, baik harta, takhta, maupun hal-hal lainnya. Padahal, ujar Rumi, kita semua akan mati dan dikubur di dalam tanah.

Selain Rumi, Chairil Anwar (sastrawan Indonesia) pun telah mengingatkan dalam sajaknya, bahwa "Hidup hanyalah menunda kekalahan." Maksud sajak itu adalah pada akhirnya kita semua akan mengalami kematian. Kematian akan dialami oleh siapa saja, tanpa kecuali. Oleh karena itu, kita semua akan kalah oleh kematian (2014:9-10).
.
Baik Jalaluddin Rumi maupun Chairil Anwar, keduanya mengingatkan sekaligus mengajarkan perihal kematian. Ungkapan terkenal menyebutkan "Cukuplah kematian sebagai nasihat." Hal ini menekankan bahwa, kematian adalah nasihat tanpa kata.

Tatkala manusia mati, sudah tidak ada lagi kesombongan, keegoisan, keangkuhan, dan kebanggaan. Di dalam tanah, keberadaan manusia menjadi sirna. Nabi Muhammad saw. mengatakan, bahwa "Manusia paling cerdik adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat." (HR Ath-Thabrani) (dalam Damawi, 2014:12--13).
.
Nasihat yang diberikan kematian sepertinya sangat tepat untuk kita semua, terutama yang sedang menyongsong hiruk-pikuk pemilu. Dengan mengingat kematian, insyaAllah kita mengingat untuk mengendalikan diri dalam pesta demokrasi ini.

Ingat, di dalam tanahlah kita semua akan saling "bertemu" dalam kedudukan dan posisi yang sama. Tidak meributkan apa-apa lagi, sama-sama tidak merasa paling benar, dan menyalahkan orang lain. Kita sama-sama tidak berdaya.


Posting Komentar

0 Komentar