Shinta Febriyany : Gambar Kesunyian di Jendela (Himpunan Puisi)
Belajar Perihal Kekasih, Ingatan, dan Kematian
Judul Buku : Gambar Kesunyian di Jendela
Pengarang : Shinta Febriany
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2017
Tebal buku : 120 halaman
Jenis buku : Kumpulan Puisi
Gambar Kesunyian di Jendela adalah buku kumpulan puisi atau yang disebut penulis, yaitu Shinta Febriani himpunan puisi. Ini buku karya Shinta Febriany yang pertama kali saya baca. Shinta merupakan seorang Sutradara di Kala Teater, yaitu perkumpulan seni di Makassar. Sebelumnya, ia telah menerbitkan buku kumpulan puisi juga yang diberinya judul Aku Bukan Masa Depan. Selain berkarya puisi, Shinta juga menulis naskah-naskah lakon teater.
Buku himpunan puisi ini dibuat penulis menjadi tiga bagian, yaitu puisi-puisi yang bertema kekasih, ingatan, dan kematian. Perihal kekasih adalah himpunan puisi yang menyajikan berbagai pereasaan yang merepresentasikan pola percintaan, seperti mengagumi, memiliki, patah hati, dan mengenang. Kekasih yang dimaksud penulis sepertinya banyak, ada perihal kekasih (dibaca pacar), diri sendiri, Tuhan, dan orang terdekat. Bagian kedua adalah perihal kenangan yang kerap kali dilakukan banyak orang. Dalam mengenang tentunya ada keindahan, kepedihan, dan sesuatu yang tidak lepas dari ingatan. Hingga pada bagian akhir ada perihal kematian, yaitu perihal segala tentang kekasih dan mengenang berhenti.
Membaca buku kumpulan puisi seperti biasanya, banyak hal-hal yang perlu diulang, diresapi, dan dipikir berkali-kali. Bagi saya, Shinta Febriany menyajikan perasaanya dengan bahasa-bahasa yang termasuk sulit dipahami dan dimengerti (relatif). Hal tersebut menjadikan saya tidak begitu menyelami perasaannya. Akan tetapi, bukankah membaca karya puisi akan selalu seperti itu?
Selain hal tersebut, buku ini juga tentunya memberikan banyak hal kepada pembaca. Beberapa diantaranya mengenai hal-hal ketika seseorang memendam perasaannya, kemudian ketika seseorang mengungkapkan ingatan atau kenangan-kenangannya dengan indah, sampai pada ketika penyair mengungkapkan perihal kematian yang menyakitkan tetapi setiap orang akan menghadapinya. Misalnya saja petikan puisi Lubang Kecemasan berikut.
"...
di desa pecatu
di atas tebing uluwatu
kau menafsirkan cinta sebagai bahaya
..."
Petikan puisi tersebut salah satu yang saya sukai, yaitu ketika penulis menyajikan perasaannya dengan indah. Selesai membaca buku ini, saya sebagai pembaca bahkan berhasil membuat puisi yang saya tulis di halaman akhir buku ini sebagai ringkasan keseluruhan puisi Shinta Febriany.
"Di balkon ini
kudalami perihal kekasih,
perihal ingatan, dan kematian
tetapi tidak ada yang lebih dingin
dari pada angin."
Surakarta, 15 September 2020
Sebagai pembaca, saya pikir buku ini dapat dibaca siapa saja. Akan tetapi saya lebih menyarankan bahwa membaca buku ini perlu didasari kecintaan terhadap sastra, terutama puisi. Hal ini mengingat bahasa yang digunakan tidak begitu mudah untuk dipahami orang awam. Selamat membaca!
Surakarta, 15 September 2020
Posting Komentar
0 Komentar